Pages

Ads 468x60px

Featured Posts

Senin, 06 Februari 2012

Cara Paling Ampuh Mengatasi Jerawat

Add caption
Cara Paling Ampuh Mengatasi Jerawat -Tentunya banyak dari kita yang mengidamkan kulit wajah yang bersih dan cerah, terutama perempuan. Ada satu jerawat yang timbul di wajah saja, terkadang sudah membuat kita uring-uringan. Jerawat yang kerap datang menempel di wajah kita memang menjengkelkan. Menyebabkan kita terkadang merasa minder dan risih dalam pergaulan sehari-hari.

 Jerawat timbul akibat produksi minyak yang berlebihan. Banyak faktor yang dapat memicu munculnya jerawat yaitu faktor keturunan, makanan, faktor psikis juga mempengaruhi, misalnya saja ketika datang bulan, stress, pemakaian kosmetik yang tidak cocok atau mengkonsumsi obat tertentu bisa saja menyebabkan timbulnya jerawat. Sampai saai ini, belum ada obat jerawat yang bisa menyembuhkan secara tuntas. Namun banyak upaya yang bisa dilakukan untuk membantu menyembuhkan atau paling tidak mengurangi tumbuhnya jerawat.
Berikut Cara Ampuh Mengatasi Jerawat kita

  1. Rajin membersihkan wajah
    Salah satu penyebab timbulnya jerawat adalah kotoran dan bakteri yang menempel di wajah. Dengan mencuci muka atau membersihkan wajah menggunakan susu pembersih dapat segera menyingkirkan kotoran dan bakteri yang ada.
  2. Singkirkan rambut dari wajah
    Rambut akan menjadi kotor dan berminyak saat kita melakukan aktivitas sehari-hari. Bila rambut menyentuh wajah, maka kotoran tersebut dapat pindah ke wajah kita dan dapat menimbulkan jerawat.
  3. Cuci sarung bantal dan seprai secara teratur
    Rambut yang kotor atau wajah yang tidak bersih dapat menyebabkan kuman dan kotoran berpindah di sarung bantal atau seprei saat kita menggunakan bantal. Kemudian, pada saat yang lain saat wajah menempel di bantal, kotoran tersebut kembali menempel di wajah kita.
  4. Minum 8 gelas air sehari
    Mengkonsumsi air yang cukup dapat membantu tubuh mengeluarkan racun dan zat tidak berguna yang ada di tubuh, sehingga dapat mengurangi risiko timbulnya jerawat.
  5. Tidur cukup
    Tidur yang cukup membuat asupan oksigen dalam tubuh seimbang. Sehingga kulit wajah cerah dan terhindar dari jerawat.
  6. Kurangi penggunaan kosmetik
    Menggunakan kosmetik dapat menyumbat pori-pori wajah. Sumbatan ini membuat pori-pori tidak bernafas dengan baik. Pilihlah kosmetik yang berbahan dasar air yang dapat mengurangi potensi timbulnya jerawat dibanding kosmetik yang berbahan dasar minyak.
  7. Jangan penceti jerawat yang muncul
    Tangan yang kotor saat anda memegang dan memencet jerawat memicu meningkatnya minyak dan kotoran di wajah. Saat memencet jerawat, lapisan yang ada di bawah kulit dapat menjadi rusak dan menyebabkan minyak wajah menyebar ke bagian lain dari wajah sehingga jerawat timbul semakin banyak.
  8. Hindari makanan berlemak
    Makanan berlemak dapat menyebabkan produksi kelenjar minyak meningkat. Sebaiknya hindarilah makanan berlemak seperti coklat, kacang, lemak daging.
  9. Mengkonsumsi makanan sehat dan seimbang
    Selain karena kotor, jerawat juga menandakan adanya sesuatu yang nggak beres di dalam tubuh kita. Kesehatan kulit benar-benar tergantung pada asupan nutrisi yang masuk. Makan-makanan yang seimbang membuat asupan vitamin dalam tubuh pun seimbang. Sehingga membuat kulit, tidak hanya kulit wajah, sehat.
  10. Olahraga secara teratur
    Olahraga yang teratur, meningkatkan kadar oksigen pada tubuh yang sangat berguna untuk mengindari dari jerawat.
Selain tips-tips di atas, banyak upaya yang lain yang bisa dilakukan dengan cara-cara tradisional untuk membantu menyembuhkan atau paling tidak mengurangi tumbuhnya jerawat. Salah satunya dengan menggunakan lima tanaman obat yaitu tomat, belimbing wuluh, mentimun, jeruk nipis, dan temulawak yang dipercaya bisa membasmi jerawat yang membandel.
  1. Tomat (Lycopercisum esculentum Mill)
    Tomat banyak mengandung aneka vitamin, antara lain vitamin C, viamin A dan B1 serta mengandung zat-zat seperti protein, kalsium, besi, dan belerang. Untuk mengusir jerawat, pilih tomat yang sudah masak, kemudian potong-potong sama rata, setelah itu langsung dipakai untuk menggosok wajah berjerawat. Jika tekun membiasakan diri memakai buah tomat, wajah Anda dijamin bakal kembali berseri-seri, bebas dari jerawat.
  2. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)
    Belimbing wuluh yang daging buahnya banyak mengandung air yang berasa asam. Warna buahnya ada yang hijau, ada pula yang putih. Belimbing wuluh mengandung kalsium oksalat, flavonoid, pectin, tanin, asam galat dan asam ferulat. Guna menyingkirkan jerawat, ambil 5 buah belimbing wuluh, cuci bersih kemudian tumbuk sampai halus. Setelah itu remas-remas dengan air garam secukupnya. Gosokkan pada wajah atau bagian tubuh lain yang berjerawat. Lakukan tiga kali sehari. Bisa juga dengan ramuan tradisional sebagai berikut sediakan 6 buah belimbing wuluh, 1 sendok teh serbuk belerang, dan satu buah jeruk nipis. Caranya, belimbing wuluh dan serbuk belerang digiling sampai halus, kemudian remas-remas dengan air jeruk nipis. Lalu gosokkan pelan-pelan pada wajah yang berjerawat. Lakukan 3 kali sehari.
  3. Mentimun (Cucumis sativus)
    Mentimun juga dapat digunakan untuk melawan jerawat yang nakal, disamping mengandung banyak air, juga mengandung vitamin A, B1 dan C serta beberapa zat seperti saponin, protein, lemak, kalsium, fosfor, besi dan belerang. Berkaitan dengan jerawat, pilih mentimun yang masih muda. Cuci bersih, lalu potong-potong, kemudian perlahan-lahan gosokkan pada wajah yang berjerawat. Biasakan minimal tiga kali sehari.
  4. Jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle)
    Buah jeruk nipis mengandung unsur senyawa kimia antara lain limonene, linalin asetat, geranil asetat, felladren, sitral, dan asam sitrat. Untuk menghalangi jerawat, pilih buah jeruk nipis yang sudah tua lalu potong-potong sama rata. Gosokkan pada wajah yang berjerawat, sekitar 2-3 kali sehari. Atau dengan ramuan tradisional yaitu Sediakan 20 kuntum bunga melati, 2 jari asam jawa (bahasa jawa : asam kawak), 1 buah jeruk nipis. Caranya, bunga melati, asam jawa dan belerang dicuci bersih lalu ditumbuk halus. Remas-remas dengan air jeruk nipis. Kemudian gosok perlahan-lahan pada wajah yang berjerawat.
  5. Temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb)
    Temulawak juga bisa digunakan untuk membasmi jerawat karena didalamnya terdapat komponen utama kandungan zat yaitu kurkumin dan minyak atsiri. Kurkumin bermanfaat sebagai acnevulgaris, antiflamasi (antiradang), dan anti-hepatoksik (antikeracunan empedu). Sedangkan minyak atsiri temulawak mengandung phelandren, kamfer, bomeol, xanthorrhizol, dan sineal. Bila ingin wajah tidak ternodai jerawat, ambil satu jari rimpang temulawak, cuci bersih dan potong-potong. Rebus dengan air bersih sebanyak 4 gelas lalu biarkan mendidih hingga tinggal separuhnya. Setelah dingin, dapat disaring dan diminum (dapat ditambahkan madu). Minumlah dua kali sehari dan sekali minum sebanyak satu gelas.
Namun, dewasa ini, tidak hanya kulit wajah saja yang dapat terinfeksi jerawat. Kulit punggung pun dapat terkena jerawat.
Daerah punggung adalah bagian yang banyak memproduksi minyak, sama seperti daerah wajah. Dan minyak akan semakin banyak jika anda sering memijat bagian tersebut, karena pemijatan yang keras akan menstimulasi kelenjar minyak. Karena berminyak itulah maka punggung sering kali di tumbuhi jerawat, apalagi punggung adalah daerah yang sulit di jangkau saat mandi, maka punggung terkadang tidak dapat di bersihkan secara optimal.
Jerawat dipunggung sangat sulit menghilangkannya, tidak seperti menghilangkan jerawat diwajah.
Salah satu cara yang bisa digunakan untuk menghilangkan jerawat dipunggung adalah dengan putih telur dan mentimun. Manfaat dari putih telur untuk mengangkat sel-sel kulit mati sedangkan mentimun ampuh untuk menghilangkan noda hitam dikulit.
Berikut tips untuk menghilangkan jerawat di punggung.
  1. Pisahkan putih telur dengan kuningnya, kemudian kocok putih telur hingga kaku
  2. Potong kecil-kecil mentimun, kira-kira 3 cm
  3. Masukan putih telur dan mentimun kedalam blander hingga menjadi jus
  4. Oleskan kedua bahan tersebut yang sudah di blender ke punggung yang berjerawat hingga 15 menit. Kemudian bilas dengan air hangat
Untuk hasil yang maksimal lakukanlah secara rutin 2 kali dalam seminggu, hingga jerawat benar-benar hilang.
Selain itu, yang perlu di perhatikan adalah saat mandi, gosok bagian punggung anda dengan menggunakan loopah atau sponge yang bergagang, jangan menggosok dengan terlalu keras. Lakukan masker pada bagian punggung, dengan masker sesuai jenis kulit anda atau dengan masker lumpur. Selain itu, kenakanlah pakaian yang dapat menyerap keringat dari bahan katun yang biasanya lebih nyaman.
Sumber : http://m-wali.blogspot.com

Jumat, 03 Februari 2012

Sahabat Sejati


Sahabat Sejati

                Manusia dalam kehidupannya pasti mengalami kesedihan dan kegembiraan. Untuk menjalani kesedihan dan kegembiraan itu manusia tak bisa sendiri, dia butuh orang lain, oleh karena itu manusia membuat berbagai ikatan-ikatan antar sesamanya, salah satunya adalah ikatan persahabatan. Dalam ikatan persahabatan, sahabat sejati adalah yang paling dicari dan dibutuhkan oleh setiap manusia. Menurut Imam Al-Ghazali ada 12 ciri-ciri sahabat sejati :
1. jika kau berbuat baik kepadanya, maka ia akan melindungimu
2. jika kau merapatka ikatan persahabatan dengannya maka ia akan membalas balik persahabatanmu
3. Jika kau memerlukan pertolongan darinya, maka ia akan berupaya membantu sesuai kemampuannya.
4. Jika kau menawarkan berbuat baik kepadanya, maka ia akan menyambutnya dengan baik
5. Jika ia memperoleh suatu kebaikan atau bantuan darimu, maka ia akan menghargai kebaikan itu
6. Jika ia melihat sesuatu yang tidak baik darimu, maka ia akan berupaya menutupinya
7. Jika kau meminta suatu bantuan darinya, maka ia akan mengusahakannya dengan sungguh-sungguh
8. Jika kau berdiam diri (karena malu untuk meminta), maka ia akan menanyakan kesulitan yang kamu hadapi
9. Jika bencana datang menimpa dirimu, maka ia akan berbuat sesuatu atas kesusahanmu.
10. Jika kau berkata benar kepadanya, maka ia akan membenarkannya.
11. Jika kau merencanakan suatu kebaikan, maka dengan senang hati ia akan membantu rencana itu
12. Jika kamu berdua berbeda pendapat atau berselisih paham, niscaya ia akan lebih senang mengalah demi menjaga persahabatan itu.
Tidak semua sahabat kita sahabat sejati, hanyalah sahabat yang memiliki cirri-ciri diataslah yang bisa dikatakan sebagai sahabat sejati, jika kita menemukan cirri-ciri diatas pada sahabat kita maka, kita telah menemukan sahabat sejati kita.
                Sahabat sejati bisa berasal dari mana saja dia bisa berasal dari lingkungan sekitar rumah, sekolah, kampus, kantor, dan ditempat-tempat lainnya. Sahabat sejati sangat sulit didapatkan, bahkan ada sebuah ungkapan yang mengatakan mencari sahabat sejati ibarat menjari jarum ditumpukan jerami. Namun ketika kita bisa menemukannya maka kita ibarat menemukan sebuah berlian, artinya menemukan sesuatu yang sangat bernilai, karena sahabat sejati adalah orang yang paling mengerti tentang diri kita, untuk kita dia rela melakukan segalanya, dia ada ketika kita bersedih, dan diapun menemani kita ketika kita gembira. untuk menemukan sahabat sejati, kita harus menjadi sahabat sejati bagi orang lain, tanpa kita menjadi sahabat sejati bagi orang lain, maka kita selamanya takkan bisa menemukan sahabat sejati kita.

Minggu, 29 Januari 2012

HUKUM MEMINTA JABATAN


(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Ishaq Muslim al-Atsari)
 Rasulullah n pernah menasihatkan kepada Abdurrahman bin Samurah :
يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ سَمُرَةَ، لاَ تَسْأَلُ الْإِمَارَةَ، فَإِنَّكَ إِنْ أُعْطِيْتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا وَإِنْ أُعْطِيْتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا
“Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau meminta kepemimpinan. Karena jika engkau diberi tanpa memintanya niscaya engkau akan ditolong (oleh Allah l dengan diberi taufik kepada kebenaran). Namun jika diserahkan kepadamu karena permintaanmu niscaya akan dibebankan kepadamu (tidak akan ditolong).”
Hadits ini diriwayatkan al-Imam al-Bukhari t dalam Shahih-nya no. 7146 dengan judul “Siapa yang Tidak Meminta Jabatan, Allah l Akan Menolongnya dalam Menjalankan Tugasnya” dan no. 7147 dengan judul “Siapa yang Meminta Jabatan Akan Diserahkan Kepadanya (Dengan Tidak Mendapat Pertolongan dari Allah l dalam Menunaikan Tugasnya).”
Diriwayatkan pula oleh al-Imam Muslim  t dalam Shahih-nya no. 1652 yang diberi judul oleh al-Imam an-Nawawi t “Bab larangan meminta jabatan dan berambisi untuk mendapatkannya.”
Masih berkaitan dengan permasalahan di atas, juga didapatkan riwayat dari Abu Dzar al-Ghifari z. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, tidakkah engkau menjadikanku sebagai pemimpin?” Mendengar permintaanku tersebut, beliau menepuk pundakku seraya bersabda:
يَا أَبَا ذَرٍّ، إِنَّكَ ضَعِيْفٌ وَإِنَّهَا أَمَانَةٌ وَإِنَّهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ خِزْيٌ وَنَدَامَةٌ، إِلاَّ مَنْ أَخَذَهَا بِحَقِّهَا وَأَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ فِيْهَا
“Wahai Abu Dzar, engkau seorang yang lemah sementara kepemimpinan itu adalah amanat. Dan nanti pada hari kiamat, ia akan menjadi kehinaan dan penyesalan kecuali orang yang mengambil dengan haknya dan menunaikan apa yang seharusnya ia tunaikan dalam kepemimpinan tersebut.” (Sahih, HR. Muslim no. 1825)
Dalam riwayat lain, Rasulullah n bersabda:
يَا أَبَا ذَرٍّ، إِنِّي أَرَاكَ ضَعِيْفًا، وَإِنِّي أُحِبُّ لَكَ مَا أُحِبُّ لِنَفْسِي، لاَ تَأَمَّرَنَّ اثْنَينِ وَلاَ تَوَلَّيْنَ مَالَ يَتِيْمٍ
“Wahai Abu Dzar, aku memandangmu seorang yang lemah dan aku menyukai untukmu apa yang kusukai untuk diriku. Janganlah sekali-kali engkau memimpin dua orang1 dan jangan sekali-kali engkau menguasai pengurusan harta anak yatim.” (Sahih, HR. Muslim no. 1826)
Al-Imam an-Nawawi t membawakan kedua hadits Abu Dzar z di atas dalam kitab beliau Riyadhush Shalihin, bab “Larangan meminta jabatan kepemimpinan dan memilih untuk meninggalkan jabatan tersebut jika ia tidak pantas untuk memegangnya atau meninggalkan ambisi terhadap jabatan.”
Kepemimpinan yang Diimpikan dan Diperebutkan
Menjadi seorang pemimpin dan memiliki sebuah jabatan merupakan impian semua orang kecuali sedikit dari mereka yang dirahmati oleh Allah l. Mayoritas orang justru menjadikannya sebagai ajang rebutan khususnya jabatan yang menjanjikan lambaian rupiah (uang dan harta) serta kesenangan dunia lainnya.
Sungguh benar sabda Rasulullah n ketika beliau menyampaikan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah z:
إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُوْنَ عَلَى الْإِمَارَةِ، وَسَتَكُوْنُ نَدَامَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Sesungguhnya kalian nanti akan sangat berambisi terhadap kepemimpinan, padahal kelak di hari kiamat ia akan menjadi penyesalan.” (Sahih, HR. al-Bukhari no. 7148)
Bagaimana tidak, dengan menjadi seorang pemimpin, memudahkannya untuk memenuhi tuntutan hawa nafsunya berupa kepopuleran, penghormatan dari orang lain, kedudukan atau status sosial yang tinggi di mata manusia, menyombongkan diri di hadapan mereka, memerintah dan menguasai, kekayaan, kemewahan serta kemegahan.
Wajar bila kemudian untuk mewujudkan ambisinya ini, banyak elite politik atau “calon pemimpin” di bidang lainnya, tidak segan-segan melakukan politik uang dengan membeli suara masyarakat pemilih atau mayoritas anggota dewan. Atau “sekadar” uang tutup mulut untuk meminimalisir komentar miring saat berlangsungnya masa pencalonan atau kampanye, dan sebagainya. Bahkan yang ekstrem, ia pun siap menghilangkan nyawa orang lain yang dianggap sebagai rival dalam perebutan kursi kepemimpinan tersebut, atau seseorang yang dianggap sebagai duri dalam daging yang dapat menjegal keinginannya meraih posisi tersebut. Nas’alullah as-salamah wal ‘afiyah.
Al-Muhallab t berkata sebagaimana dinukilkan dalam Fathul Bari (13/135); “Ambisi untuk memperoleh jabatan kepemimpinan merupakan faktor yang mendorong manusia untuk saling membunuh. Hingga tertumpahlah darah, dirampasnya harta, dihalalkannya kemaluan-kemaluan wanita (yang itu semuanya sebenarnya diharamkan oleh Allah l), dan karenanya terjadi kerusakan yang besar di permukaan bumi.”
Seseorang yang menjadi penguasa dengan tujuan seperti di atas, tidak akan mendapatkan bagiannya nanti di akhirat kecuali siksa dan azab. Allah l berfirman:
“Itulah negeri akhirat yang Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri di muka bumi dan tidak pula membuat kerusakan. Dan akhir yang baik itu hanya untuk orang-orang yang bertakwa.” (al-Qashash: 83)
Al-Hafizh Ibnu Katsir t dalam tafsirnya mengatakan, “Allah l mengabarkan bahwasanya negeri akhirat dan kenikmatannya yang kekal yang tidak akan pernah lenyap dan musnah, disediakan-Nya bagi hamba-hamba-Nya yang beriman, yang tawadhu’ (merendahkan diri), tidak ingin merasa tinggi di muka bumi yakni tidak menyombongkan diri di hadapan hamba-hamba Allah l yang lain, tidak merasa besar, tidak bertindak sewenang-wenang, tidak zalim, dan tidak membuat kerusakan di tengah mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/412)
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin t berkata, “Seseorang yang meminta jabatan seringnya bertujuan untuk meninggikan dirinya di hadapan manusia, menguasai mereka, memerintah dan melarangnya. Tentunya tujuan yang demikian ini jelek adanya. Maka sebagai balasannya, ia tidak akan mendapatkan bagiannya di akhirat. Oleh karena itu, seseorang dilarang untuk meminta jabatan.” (Syarh Riyadhush Shalihin, 2/469)
Sedikit sekali orang yang berambisi menjadi pemimpin, kemudian berpikir tentang kemaslahatan umum serta bertujuan memberikan kebaikan kepada hamba-hamba Allah l dengan kepemimpinan yang kelak bisa dia raih. Kebanyakan mereka justru sebaliknya, mengejar jabatan untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Program perbaikan dan janji-janji muluk yang digembar-gemborkan sebelumnya, tak lain hanyalah ucapan yang manis di bibir. Hari-hari setelah mereka menjadi pemimpin yang kemudian menjadi saksi bahwa mereka hanyalah sekadar mengobral janji kosong dan ucapan dusta yang menipu. Bahkan yang ada, mereka berbuat zalim dan aniaya kepada orang-orang yang dipimpinnya. Ibaratnya ketika belum mendapatkan posisi yang diincar tersebut, yang dipamerkan hanya kebaikannya. Namun ketika kekuasaan telah berada dalam genggamannya, mereka lantas mempertontonkan apa yang sebenarnya diinginkannya dari jabatan tersebut. Hal ini sesuai dengan ungkapan ‘serigala berbulu domba’. Ini sungguh merupakan perbuatan yang memudaratkan diri mereka sendiri dan nasib orang-orang yang dipimpinnya.
Betapa rakus dan semangatnya orang-orang yang menginginkan jabatan ini, sehingga Rasulullah n menggambarkan kerakusan terhadap jabatan melebihi dua ekor serigala yang kelaparan lalu dilepas di tengah segerombolan kambing. Beliau bersabda:
مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلَ فِي غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِيْنِهِ
“Tidaklah dua ekor serigala yang lapar dilepas di tengah gerombolan kambing lebih merusak daripada merusaknya seseorang terhadap agamanya karena ambisinya untuk mendapatkan harta dan kedudukan yang tinggi.” (HR. at-Tirmidzi no. 2482, disahihkan asy-Syaikh Muqbil dalam ash-Shahihul Musnad, 2/178)
Sifat Seorang Pemimpin
Di tengah gencarnya para elite politik menambang suara dalam rangka memperoleh kursi ataupun jabatan, maka layak sekali apabila hadits yang diriwayatkan dari Abdurrahman bin Samurah dan Abu Dzar c di atas dihadapkan kepada mereka, khususnya lagi pada hadits Abu Dzar z yang menyebutkan kriteria yang harus diperhatikan dan merupakan hal mutlak jika ingin menjadi pemimpin.
Rasulullah n berkata kepada Abu Dzar z, “Wahai Abu Dzar, engkau seorang yang lemah.”
Ucapan seperti ini bila disampaikan secara terang-terangan memang akan memberatkan bagi yang bersangkutan dan akan membekas di hatinya. Namun amanahlah yang menuntut hal tersebut. Maka hendaknya dijelaskan kepada orang tersebut mengenai sifat lemah yang melekat pada dirinya. Namun jika seseorang itu kuat, maka dikatakan kepadanya ia seorang yang kuat. Sebaliknya, bila ia seorang yang lemah maka dikatakan sebagaimana adanya. Yang demikian ini merupakan suatu nasihat. Tidaklah berdosa orang yang mengucapkan seperti ini bila tujuannya untuk memberikan nasihat, bukan untuk mencela atau mengungkit aib yang bersangkutan.
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin t berkata, “Makna ucapan Nabi n kepada Abu Dzar z adalah beliau melarang Abu Dzar menjadi seorang pemimpin karena ia memiliki sifat lemah, sementara kepemimpinan membutuhkan seorang yang kuat lagi tepercaya. Kuat dari sisi ia punya kekuasaan dan perkataan yang didengar/ditaati, tidak lemah di hadapan manusia. Karena apabila manusia menganggap lemah seseorang, maka tidak tersisa kehormatan baginya di sisi mereka, dan akan berani kepadanya orang yang paling dungu sekalipun, sehingga jadilah ia tidak teranggap sedikit pun. Akan tetapi apabila seseorang itu kuat, dia dapat menunaikan hak Allah l, tidak melampaui batasan-batasan-Nya, dan punya kekuasaan. Maka inilah sosok pemimpin yang hakiki.” (Syarh Riyadhus Shalihin, 2/472)
Rasulullah n juga menyatakan kepada Abu Dzar z bahwa kepemimpinan itu adalah sebuah amanat. Karena memang kepemimpinan itu memiliki dua rukun, kekuatan dan
amanah. Hal ini dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t dengan dalil:
“Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” (al-Qashash: 26)
Penguasa Mesir berkata kepada Yusuf q:
“Sesungguhnya kamu mulai hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya pada sisi kami.” (Yusuf: 54)
Allah l menyebutkan sifat Jibril dengan menyatakan:
“Sesungguhnya Al-Qur’an itu benar-benar firman Allah yang dibawa oleh utusan yang mulia (Jibril), yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang memiliki ‘Arsy. Yang ditaati di kalangan malaikat lagi dipercaya.” (at-Takwir: 19—21)
Beliau t berkata, “Amanah itu kembalinya kepada rasa
takut kepada Allah l, tidak menjual ayat-ayat Allah  l dengan harga yang sedikit, dan tidak takut kepada manusia. Inilah tiga perangai yang Allah l tetapkan terhadap setiap orang yang memutuskan hukuman atas manusia. Allah l berfirman:
“Maka janganlah kalian takut kepada manusia, tapi takutlah kepada-Ku. Dan jangan pula kalian menjual ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Siapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan maka mereka itu adalah orang-orang kafir.” (al-Ma’idah: 44) [as-Siyasah asy-Syar’iyyah, hlm. 12—13]
Al-Imam al-Qurthubi t menyebutkan beberapa sifat dari seorang pemimpin ketika menafsirkan ayat:
“Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji Rabbnya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), kemudian Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman, ‘Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu sebagi imam (pemimpin) bagi seluruh manusia.’ Ibrahim berkata, ‘(Dan saya mohon juga) dari keturunanku’. Allah berfiman, ‘Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang zalim’.” (al-Baqarah: 124)
Beliau berkata, “Sekelompok ulama mengambil dalil dengan ayat ini untuk menyatakan seorang imam (pemimpin) itu harus dari kalangan orang yang adil, memiliki kebaikan dan keutamaan, juga dengan kekuatan yang dimilikinya untuk menunaikan tugas kepemimpinan tersebut.” (al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 2/74)
Sebenarnya masih ada beberapa syarat pemimpin yang tidak disebutkan di sini karena ingin kami ringkas. Mudah-mudahan, pada kesempatan yang lain bisa kami paparkan.
Nasihat bagi yang Sedang Berlomba Merebut Jabatan/Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah amanat, sehingga orang yang menjadi pemimpin berarti ia tengah memikul amanat. Tentunya, yang namanya amanat harus ditunaikan sebagaimana mestinya. Dengan demikian tugas menjadi pemimpin itu berat, sehingga sepantasnya yang mengembannya adalah orang yang cakap dalam bidangnya. Karena itulah, Rasulullah n melarang orang yang tidak cakap untuk memangku jabatan karena ia tidak akan mampu mengemban tugas tersebut dengan semestinya. Rasulullah n juga bersabda:
إِذَا ضُيِّعَتِ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ. قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا؟ قَالَ: إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهَا فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ
“Apabila amanah telah disia-siakan, maka nantikanlah tibanya hari kiamat. Ada yang bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan menyia-nyiakan amanat?’ Beliau menjawab, ‘Apabila perkara itu diserahkan kepada selain ahlinya, maka nantikanlah tibanya hari kiamat’.” (Sahih, HR. al-Bukhari no. 59)
Selain itu, jabatan tidak boleh diberikan kepada seseorang yang memintanya dan berambisi untuk mendapatkannya. Abu Musa z berkata, “Aku dan dua orang laki-laki dari kaumku pernah masuk menemui Rasulullah n. Maka salah seorang dari keduanya berkata, ‘Angkatlah kami sebagai pemimpin, wahai Rasulullah’. Temannya pun meminta hal yang sama. Bersabdalah Rasulullah n:
إِنَّا لاَ نُوَلِّي هَذَا مَنْ سَأَلَهُ وَلَا مَنْ حَرَصَ عَلَيْهِ
“Kami tidak menyerahkan kepemimpinan ini kepada orang yang memintanya dan tidak pula kepada orang yang berambisi untuk mendapatkannya.” (HR. al-Bukhari no. 7149 dan Muslim no. 1733)
Hikmah dari hal ini, kata para ulama, adalah orang yang memangku jabatan karena permintaannya, maka urusan tersebut akan diserahkan kepada dirinya sendiri dan tidak akan ditolong oleh Allah l, sebagaimana sabda Rasulullah n kepada Abdurrahman bin Samurah z di atas, ”Bila engkau diberi tanpa memintanya niscaya engkau akan ditolong (oleh Allah l dengan diberi taufik kepada kebenaran). Namun bila diserahkan kepadamu karena permintaanmu niscaya akan dibebankan kepadamu (tidak akan ditolong).” Siapa yang tidak ditolong maka ia tidak akan mampu. Tidak mungkin suatu jabatan itu diserahkan kepada orang yang tidak cakap. (Syarh Shahih Muslim, 12/208, Fathul Bari, 13/133, Nailul Authar, 8/294)
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin t berkata, “Sepantasnya bagi seseorang tidak meminta jabatan apa pun. Namun bila ia diangkat bukan karena permintaannya, maka ia boleh menerimanya. Akan tetapi jangan ia meminta jabatan tersebut dalam rangka wara’ dan kehati-hatiannya, karena jabatan dunia itu bukanlah apa-apa.” (Syarh Riyadhush Shalihin, 2/470)
Al-Imam an-Nawawi t berkata ketika mengomentari hadits Abu Dzar z, “Hadits ini merupakan pokok yang agung untuk menjauhi kepemimpinan, terlebih lagi bagi seseorang yang lemah untuk menunaikan tugas-tugas kepemimpinan tersebut. Adapun kehinaan dan penyesalan akan diperoleh bagi orang yang menjadi pemimpin sementara ia tidak pantas dengan kedudukan tersebut, atau ia mungkin pantas namun tidak berlaku adil dalam menjalankan tugasnya. Maka Allah l menghinakannya pada hari kiamat, membuka kejelekannya, dan ia akan menyesali kesia-siaan yang dilakukannya. Adapun orang yang pantas menjadi pemimpin dan bisa berlaku adil, maka akan mendapatkan keutamaan yang besar sebagaimana ditunjukkan oleh hadits-hadits yang sahih seperti hadits, ‘Ada tujuh golongan yang Allah lindungi mereka pada hari kiamat, di antaranya imam (pemimpin) yang adil.’ Juga hadits yang disebutkan setelah ini tentang orang-orang yang berbuat adil nanti di sisi Allah l (pada hari kiamat) berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Demikian pula hadits-hadits lainnya. Kaum muslimin sepakat akan keutamaan hal ini. Namun bersamaan dengan itu, karena banyaknya bahaya dalam kepemimpinan tersebut, Rasulullah n memperingatkan darinya, demikian pula ulama. Beberapa orang yang saleh dari kalangan pendahulu kita mereka menolak tawaran sebagai pemimpin dan mereka bersabar atas gangguan yang diterima akibat penolakan tersebut.” (Syarah Shahih Muslim, 12/210—211)
Ada sebagian orang menyatakan bolehnya meminta jabatan dengan dalil permintaan Nabi Yusuf q kepada penguasa Mesir:
“Jadikanlah aku bendahara negara (Mesir), sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan.” (Yusuf: 55)
Maka dijawab, bahwa permintaan beliau q ini bukan karena ambisi beliau untuk memegang jabatan kepemimpinan. Namun semata karena keinginan beliau untuk memberikan kemanfaatan kepada manusia secara umum, sementara beliau melihat dirinya memiliki kemampuan, kecakapan, amanah, dan menjaga terhadap apa yang tidak mereka ketahui. (Taisir al-Karimirrahman, hlm. 401)
Al-Imam asy-Syaukani t berkata, “Nabi Yusuf q meminta demikian karena kepercayaan para nabi terhadap diri mereka dengan sebab adanya penjagaan dari Allah  l terhadap
dosa-dosa mereka (ma’shum). Sementara syariat kita yang sudah kokoh (tsabit) tidak bisa ditentang oleh syariat umat yang terdahulu sebelum kita, karena bisa jadi meminta jabatan dalam syariat Nabi Yusuf q pada waktu itu dibolehkan.” (Nailul Authar, 8/ 294)
Ketahuilah, wahai mereka yang sedang memperebutkan kursi jabatan dan kepemimpinan sementara dia bukan orang yang pantas untuk mendudukinya, kelak pada hari kiamat kedudukan itu nantinya akan menjadi penyesalan karena ketidakmampuannya dalam menunaikan amanat sebagaimana mestinya. Al-Qadhi al-Baidhawi t berkata, “Karena itu, tidak sepantasnya orang yang berakal, bergembira, dan bersenang-senang dengan kelezatan yang diakhiri dengan penyesalan dan kerugian.” (Fathul Bari, 13/134)
Faedah Hadits
1. Kepemimpinan, jabatan, kekuasaan, dan kedudukan tidak boleh diberikan kepada orang yang memintanya, berambisi untuk meraihnya, dan menempuh segala cara untuk bisa mendapatkannya.
2. Orang yang paling berhak menjadi pemimpin, penguasa, dan memangku jabatan/ kedudukan adalah orang yang menolak ketika diserahkan kepemimpinan, jabatan, dan kedudukan tersebut dalam keadaan ia benci dan tidak suka dengannya.
3. Kepemimpinan adalah amanat yang besar dan tanggung jawab yang berat. Maka wajib bagi yang menjadi pemimpin untuk memerhatikan hak orang-orang yang di bawah kepemimpinannya dan tidak boleh mengkhianati amanat tersebut.
4. Keutamaan dan kemuliaan bagi seseorang yang menjadi pemimpin dan penguasa apabila memang ia pantas memegang kepemimpinan dan kekuasaan tersebut. Sama saja, baik ia seorang pemimpin negara yang adil, bendahara yang tepercaya, ataukah karyawan yang menguasai bidangnya.
5. Ajakan kepada manusia untuk tidak berambisi meraih kedudukan tertentu, khususnya bila ia tidak pantas mendapat kedudukan tersebut.
6. Kerasnya hukuman bagi orang yang tidak menunaikan kepemimpinan dengan semestinya, tidak memerhatikan hak orang-orang yang dipimpin, dan tidak melakukan upaya optimal dalam memperbagus urusan kepemimpinannya.
Wallahu ta‘ala a‘lam bish-shawab.

1 Terlebih lagi bila memimpin lebih dari dua orang. (Syarh Riyadhush Shalihin, 2/472)
http://asysyariah.com/category/majalah-asysyariah-edisi-29